PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI ENTREPOT PRODUKSI UNTUK TUJUAN EKSPOR (EPTE)
Bentuk: KEPUTUSAN (KEP)
Oleh: MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA (MENPERINDAG)
Nomor: 18/MPP/SK/I/1996
Tanggal: 25 JANUARI 1996 (JAKARTA)
Tentang: PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI ENTREPOT PRODUKSI UNTUK TUJUAN EKSPOR (EPTE)
MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa untuk menciptakan iklim investasi yang lebih menarik dan mendorong peningkatan ekspor nonmigas, perlu mengatur kembali ketentuan tentang Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE).
b. bahwa sehubungan dengan itu perlu menetapkan ketentuan tersebut dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Mengingat :
1. Indische Tariefwet 1873 (Staatsblad Tahun 1873 Nomor 35) sebagaimana telah diubah dan ditambah;
2. Rechten-Ordonnantie 1931 (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471) sebagaimana telah diubah dan ditambah;
3. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 (Staatsblad Tahun 1938 Nomor 86) sebagaimana telah diubah;
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintas Devisa (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3210) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1985 (Lembaran Negara tahun 1985 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3291);
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1996 tentang Perlakuan Perpajakan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Berstatus Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) dan Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat (KB), Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3621.
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 96/M Tahun 1993 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 388/M Tahun 1995.
7. Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Republik Indonesia Nomor 147/Kp/IV/1980 tentang Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) Barang Ekspor Indonesia.
8. Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 158/KP/VII/95 tentang Pengeluaran Barang Ke Luar Negeri Tanpa Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
9. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 10/MPP/SK/I/1996 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor;
10. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 13/MPP/SK/I/1996 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor;
11. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 14/MPP/SK/I/1996 tentang Barang Yang Diatur Tataniaga Impornya;
12. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 15/MPP/SK/I/1996 tentang Prosedur Impor Limbah.
13. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 17/MPP/SK/I/1996 tentang Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Berikat;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI ENTREPOT PRODUKSI UNTUK TUJUAN EKSPOR (EPTE),
Pasal 1
(1) Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor yang selanjutnya disebut EPTE adalah suatu tempat atau bangunan dari suatu perusahaan industri dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya diberlakukan ketentuan-ketentuan khusus di bidang pabean, perpajakan dan tata niaga impor, yang diperuntukkan bagi pengolahan barang dan atau bahan yang berasal dari luar daerah pabean Indonesia, Kawasan Berikat (KB), EPTE lainnya, atau dari dalam daerah pabean Indonesia lainnya yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.
(2) Pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini termasuk rancang bangun dan perekayasaan serta sortasi, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir dan pengepakan.
Pasal 2
Barang dan/atau bahan dari luar negeri, KB atau EPTE lain, dapat dimasukkan ke dalam EPTE untuk diolah lebih lanjut sendiri oleh perusahaan industri yang mengusahakan EPTE.
Pasal 3
Terhadap setiap jenis barang dan/atau bahan dari luar negeri yang dimasukkan, diterima dan disimpan untuk diolah di EPTE :
a. diberlakukan ketentuan umum di bidang impor;
b. pada saat dikeluarkan untuk dipakai di dalam daerah pabean Indonesia lainnya kecuali EPTE lain dan KB, diberlakukan ketentuan tata niaga impor .
Pasal 4
Barang dan/atau bahan yang dilarang untuk diimpor tidak boleh dimasukkan ke dalam EPTE.
Pasal 5
Impor barang dan/atau bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Keputusan ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan Letter of Credit (L/C) atau tanpa L/C.
Pasal 6
Pemasukan barang dan/atau bahan dari KB, EPTE lain dan/atau dari dalam daerah pabean Indonesia lainnya ke dalam EPTE, merupakan kegiatan perdagangan dalam negeri.
Pasal 7
(1) Barang dan/atau bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Keputusan ini harus diolah menjadi barang sesuai dengan izin usaha industri dari Perusahaan yang mengusahakan EPTE.
(2) Perusahaan industri yang mengusahakan EPTE yang telah melakukan ekspor dan atau menjual hasil olahannya ke EPTE lain atau KB , boleh memasarkan barang hasil pengolahannya ke dalam daerah pabean Indonesia lainnya, sebanyak-banyaknya 25 % dari nilai realisasi ekspor dan/atau penjualan EPTE lainnya atau KB.
(3) Realisasi ekspor dan/atau penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini harus dibuktikan dengan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat dan/atau laporan pemeriksaan Surveyor.
(4) Ekspor barang hasil pengolahan perusahaan industri yang mengusahakan EPTE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini, dikenakan ketentuan umum di bidang ekspor dan/atau ketentuan tata niaga ekspor.
Pasal 8
Barang hasil pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Keputusan ini dapat dipindahkan ke EPTE lain atau PPDKB, untuk diolah lebih lanjut menjadi barang lain sesuai dengan izin usaha industri perusahaan yang mengusahakan EPTE lain atau PPDKB.
Pasal 9
Barang hasil pengolahan yang dipasarkan ke dalam daerah pabean Indonesia lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Keputusan ini, dikenakan ketentuan tata niaga impor.
Pasal 10
(1) Barang hasil pengolahan sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (2) keputusan ini, hanya dapat di ekspor atau dipasarkan ke dalam daerah pabean Indonesia lainnya setelah melalui pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan.
(2) Pemasaran barang hasil pengolahan ke dalam daerah pabean Indonesia lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini hanya dapat dilakukan setelah Perusahaan Industri yang mengusahakan EPTE memenuhi kewajiban melunasi pembayaran pajak negara dan pungutan negara lainnya yang terhutang.
Pasal 11
(1) Ekspor barang hasil pengolahan dari EPTE dapat menggunakan Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) Barang Ekspor Indonesia.
(2) Tatacara penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 12
(1) Sebagian dari kegiatan pengolahan barang dan/atau bahan yang dilakukan oleh Perusahaan Industri yang mengusahakan EPTE, dapat diserahkan melalui perjanjian subkontrak kepada EPTE lain, perusahaan industri yang berada di KB atau perusahaan industri yang berlokasi dalam daerah pabean Indonesia.
(2) Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, dapat meliputi semua bagian kegiatan pengolahan kecuali pekerjaan pemeriksaan awal dan pemeriksaan akhir, sortasi dan pengepakan.
(3) Perjanjian subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, sekurang-kurangnya harus memuat jangka waktu, jumlah barang dan/atau bahan yang diterima dari perusahaan industri yang mengusahakan EPTE dan jumlah hasil produksi yang harus dikembalikan kepada perusahaan industri yang mengusahakan EPTE.
(4) Barang dan/atau bahan yang diterima dari perusahaan industri yang mengusahakan EPTE dalam rangka subkontrak, bukan merupakan barang dan/ atau bahan yang dikeluarkan untuk dipakai sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 Keputusan ini.
Pasal 13
(1) Jangka waktu pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 Keputusan ini, dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari sejak dikeluarkannya barang dan atau bahan dari EPTE.
(2) Perusahaan industri yang mengusahakan EPTE pemberi pekerjaan subkontrak bertanggung jawab atas seluruh hasil produksi yang harus dimasukkan kembali ke EPTE.
Pasal 14
(1) Potongan dan atau sisa hasil pengolahan dan/atau limbah dari perusahaan industri yang mengusahakan EPTE dapat dipasarkan ke dalam daerah pabean Indonesia lainnya.
(2) Pemasaran potongan dan/atau sisa hasil pengolahan dan/atau limbah dari perusahaan industri yang mengusahakan EPTE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini ke dalam daerah pabean Indonesia lainnya dikenakan ketentuan tata niaga impor.
Pasal 15
Mesin dan/atau peralatan pabrik yang telah digunakan di EPTE dapat diganti, dan barang yang telah diganti tersebut dapat :
a. diekspor dengan diberlakukan ketentuan umum di bidang ekspor dan ketentuan tata niaga ekspor;
b. dikeluarkan ke EPTE lain dan KB untuk dipinjamkan selama tidak melebihi waktu 24 (duapuluh empat) bulan sejak mesin dan/atau peralatan pabrik dikeluarkan dari EPTE,
c. dikeluarkan ke dalam daerah pabean Indonesia lainnya dengan dikenakan ketentuan tata niaga impor, kecuali:
(i) direparasi selama waktu tidak melebihi 12 (dua belas) bulan sejak mesin dan atau peralatan pabrik dikeluarkan dari EPTE; atau
(ii) dipinjamkan kepada perusahaan industri/subkontrak sebagai alat produksi untuk membuat barang yang dipesan oleh Perusahaan EPTE, selama waktu tidak melebihi 24 (dua puluh empat) bulan sejak mesin dan atau peralatan pabrik dikeluarkan dari EPTE; atau
d. dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 16
Pengeluaran mesin dan/atau peralatan pabrik dari EPTE ke luar negeri untuk tujuan reparasi dan pemasukannya kembali harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang pengeluaran barang ke luar negeri tanpa pemberitahuan ekspor barang dan ketentuan umum di bidang impor.
Pasal 17
Apabila izin mengusahakan EPTE tidak berlaku lagi, atas potongan, sisa hasil pengolahan, limbah, hasil pengolahan, sisa bahan baku/penolong, barang modal, mesin, peralatan mesin dan peralatan pabrik, dapat :
a. diekspor dengan dikenakan ketentuan umum di bidang ekspor dan ketentuan tata niaga ekspor;
b. dikeluarkan ke EPTE lain, KB, PPDKB, atau dipasarkan ke dalam daerah pabean Indonesia lainnya dengan dikenakan ketentuan Pasal 3 dan Pasal 10 Keputusan ini, atau
c. dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 18
Perusahaan Industri yang mengusahakan EPTE yang melanggar ketentuan dalam Keputusan ini dan peraturan pelaksanaannya dapat dikenakan sanksi dalam bentuk pembekuan atau pencabutan Angka Pengenal Importir (API), Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT), Pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar (ET), Importir Produsen (IP), atau Penunjukan sebagai Importir Terdaftar (IT).
Pasal 19
Dengan ditetapkannya Keputusan ini maka:
a. Keputusan Menteri Perdagangan No. 127/Kp/VI/94 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) ; dan.
b. Keputusan Menteri Perdagangan No. 90/Kp/V/95 tentang Pemasaran Kedalam Negeri Hasil Pengolahan Perusahaan Penghasil Barang Atau Bahan (Komponen) Didalam Kawasan Berikat dan Perusahaan Penghasil Barang Atau Bahan (Komponen) Yang Berstatus Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 20
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 25 Januari 1996.
MENTERI PERINDUSTRIAN DAN
PERDAGANGAN
ttd
T. ARIWIBOWO
Kutipan: LEMBAR LEPAS KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN 1996