KETENTUAN KUOTA EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL
Bentuk: KEPUTUSAN (KEP)
Oleh: MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA (MENPERINDAG)
Nomor: 06/MPP/SK/1/1996
Tanggal: 15 JANUARI 1996 (JAKARTA)
Tentang: KETENTUAN KUOTA EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL
MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka lebih meningkatkan dan mengembangkan ekspor tekstil dan produk tekstil khususnya ke negara-negara kuota, perlu ditetapkan langkah-langkah penyempurnaan sistem manajemen kuota sehingga pemanfaatan kuota lebih optimal dan lebih menjamin kepastian berusaha bagi dunia usaha;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada butir a, perlu menetapkan Ketentuan Kuota Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil.
Mengingat :
1. Bedrijfsreglementeringsordonnantie Tahun 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86);
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintas Devisa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1985 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintas Devisa;
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas dan Tanggung Jawab Menteri Perdagangan dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri;
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 96/M Tahun 1993 jo. No. 388/M Tahun 1995 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI;
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 2 Tahun 1996 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen Sebagaimana Telah Dua Puluh Lima Kali Diubah, Terakhir Dengan Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1995.
6. Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 1991 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi;
7. Keputusan Bersama Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia No. 657/Kpb/V/85, No. 330/KMK.05/85 dan No. 18/3/KEP/GBI tentang Penyempurnaan Ketentuan-Ketentuan Umum di Bidang Ekspor;
8. Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 27/Kp/I/82 tentang Ketentuan-Ketentuan Umum di Bidang Ekspor;
9. Keputusan Menteri Perdagangan No. 331/Kp/XII/87 tentang Penyederhanaan Ketentuan-ketentuan di Bidang Ekspor;
10. Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 225/Kp/X/1995 tentang Pengeluaran Barang-Barang Ke Luar Negeri Di Luar Ketentuan Umum Di Bidang Ekspor.
MEMUTUSKAN
Mencabut :
Keputusan Menteri Perdagangan No. 224/Kp/IX/90 tentang Ketentuan Ekspor serta Alokasi Kuota Tekstil dan Produk Tekstil.
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN TENTANG KUOTA EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL.
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) adalah serat, benang, tekstil lembaran, pakaian jadi dan barang jadi lainnya terbuat dari tekstil yang termasuk dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia dengan Pos Tarip HS Ex-39.311, Ex-42.02, 50.01 s/d 63.10, Ex-64.05, Ex-65.01, Ex-65.02, Ex-65.03, Ex-65.04, Ex-65.06, Ex-70.19, Ex-94.04, Ex-96.12.
2. Eksportir Terdaftar Tekstil dan Produk Tekstil (ETTPT) adalah perusahaan yang diizinkan mengekspor TPT Kuota.
3. Negara Kuota adalah negara pengimpor yang berdasarkan suatu Perjanjian Bilateral TPT memberlakukan Kuota terhadap impor Kategori/Group TPT tertentu dari Indonesia untuk Tahun Kuota tertentu.
4. Tahun Kuota ialah jangka waktu 12 bulan berlakunya kuota yang tanggal mulai dan akhirnya ditentukan dalam Perjanjian Bilateral TPT antara Indonesia dan Negara Kuota.
5. Negara Non-Kuota adalah negara pengimpor TPT yang tidak memberlakukan Kuota terhadap impor TPT.
6. Kuota adalah jumlah maksimum yang diizinkan diekspor ke Negara Kuota.
7. Kategori/Group TPT adalah kelompok TPT tertentu sesuai kesepakatan antara negara pengimpor dan pengekspor.
8. TPT Kuota adalah Kategori/Group TPT yang dikenakan kuota.
9. TPT Non-Kuota adalah Kategori/Group TPT yang tidak dikenakan kuota, yaitu
a. Semua Kategori/Group TPT yang diekspor ke Negara Non-Kuota,
b. Kategori/Group TPT yang tidak dikenakan kuota impor oleh Negara Kuota.
10. Kuota Dasar (“Base Level Quota”) adalah Kuota Kategori/Group TPT tertentu yang pada pertama kali Kategori/Group TPT tersebut dikenakan Kuota, yang besarnya sesuai dengan Perjanjian Bilateral TPT antara Indonesia dan Negara Kuota.
11. Kuota Pertumbuhan adalah Kuota Tambahan yang diberikan oleh Negara Kuota pada periode Tahun Kuota berikutnya yang persentasenya berdasarkan Perjanjian Bilateral dan Perjanjian TPT yang diatur dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
12. Kuota Disesuaikan (“Adjusted Level”) adalah Kuota Dasar (“Base Level”) Tahun Kuota berjalan, dikurangi jumlah Kuota Pinjaman Tahun Kuota sebelumnya.
13. Kuota Kerja (“Working Level”) adalah Kuota Disesuaikan (“Adjusted Level”) ditambah dengan Kuota Pertukaran (“Shift”), Pergeseran (“Swing”), Kuota yang tidak direalisasi (“Carry Over”) dan Kuota Pinjaman (“Carry Forward”) yang disetujui dalam Perjanjian Bilateral TPT antara Indonesia dan Negara Kuota.
14. Kuota Tetap (KT) adalah Kuota berasal dari Kuota Dasar yang dialokasikan dalam Tahun Kuota berjalan pada ETTPT tertentu dan dapat dialokasikan kembali kepada ETTPT yang bersangkutan pada Tahun Kuota berikutnya sesuai jumlah yang direalisasi dalam Tahun Kuota berjalan. KT dapat dialihkan kepada ETTPT lain melalui Bursa Komoditi Indonesia (BKI).
15. Kuota Sementara Murni (KSM) adalah Kuota yang berasal dari Kuota Dasar dikurangi dengan Kuota Tetap. Pada prinsipnya Kuota Sementara Murni dapat menjadi Kuota Tetap (KT).
16. Kuota Fleksibilitas (KF) adalah Kuota yang berasal dari “Carry Over”, “Swing” dan pengembalian kuota. Pada prinsipnya KF tidak dapat menjadi Kuota Tetap (KT).
17. Kuota “Special Shift” (KSS) adalah Kuota berasal dari pertukaran antar kategori tertentu sesuai dengan Perjanjian Bilateral TPT.
18. Kuota Pinjaman (KP) adalah Kuota yang dipinjam dari Kuota Dasar Tahun Kuota berikutnya yang digunakan pada Tahun Kuota berjalan.
19. “Kewajiban” adalah keharusan untuk merealisasikan ekspor TPT dari penerimaan Kuota terdiri dari KT, KSM, KF, KSS dan perolehan Kuota dari BKI.
20. Prestasi Realisasi (PR) adalah prestasi dari ETTPT tertentu yang diukur dari realisasi ekspor terhadap “kewajiban”, dalam suatu Tahun Kuota.
21. Prestasi Realisasi Nasional (PRN) adalah realisasi ekspor nasional terhadap Kuota Kerja tahun berjalan.
22. Surat Keterangan Ekspor TPT (SKET) adalah Dokumen Penyerta TPT Kuota yang diekspor dari wilayah pabean Republik Indonesia ke Negara Kuota yang membuktikan bahwa TPT Kuota tersebut berasal dari Indonesia dan telah memenuhi Perjanjian Bilateral TPT antara Indonesia dan Negara Kuota, yaitu berupa :
a. Visaed Commercial Invoice; atau
b. Export Licence; atau
c. SKA Form K/N.
23. Instansi Penerbit adalah instansi yang diberi pelimpahan wewenang oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk mendaftarkan dan menerbitkan SKET, yaitu :
a. Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan;
b. PT. (Persero) Kawasan Berikat Nusantara;
c. Satuan Pelaksana Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam;
d. Instansi lain yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pasal 2
Ekspor TPT Kuota hanya dapat dilaksanakan oleh ETTPT yang diakui oleh Direktur Jenderal Perdagangan Internasional atas nama Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Pasal 3
1. KT Kategori/Group TPT yang baru pertama kali dikenakan Kuota, dialokasikan sebagai berikut :
a. Alokasi kuota untuk periode sejak tanggal “call” sampai dengan tanggal dicapainya kesepakatan dengan Negara Kuota (“provisional limit”) diatur sebagai berikut :
i) Kuota dialokasikan pertama atau prioritas kepada ETTPT/Eksportir yang telah melakukan pendaftaran Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) sebelum tanggal pengumuman “call” dan pengapalan barangnya dilakukan pada atau setelah tanggal “call”.
ii) Apabila setelah dialokasi masih terdapat sisa, maka sisa Kuota dialokasikan kepada ETTPT/Eksportir yang melakukan pendaftaran PEB setelah tanggal pengumuman “call”.
iii) Permohonan untuk memperoleh alokasi Kuota disampaikan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Internasional.
b. Apabila kesepakatan mengenai besarnya Kuota terjadi tidak pada bulan awal Tahun Kuota, maka perolehan Kuota dialokasikan kepada ETTPT yang telah memiliki “past performance” secara proporsional dalam sisa bulan berikutnya setelah :
i) Diketahui Kuota Dasar yang proporsional terhadap sisa hari sampai dengan berakhirnya Tahun Kuota berjalan;
ii) Dibuktikan realisasi ekspor selama 12 (dua belas) bulan sebelum tanggal diumumkan bahwa suatu Kategori/Group TPT tertentu akan dikenakan Kuota.
c. Pada Tahun Kuota berikutnya, KT dialokasikan dari Kuota Dasar dalam bulan Januari Tahun Kuota berjalan setelah diketahui realisasi ekspor oleh setiap ETTPT selama 12 (dua belas) bulan sebelum hari pertama Tahun Kuota berjalan.
d. KT dialokasikan kepada setiap perusahaan yang memenuhi persyaratan sebagai ETTPT yang sebelum Kategori/Group TPT dikenakan Kuota, telah mengekspor Kategori/Group TPT tersebut ke Negara Kuota.
e. KT dialokasikan secara proporsional berdasarkan realisasi ekspor Kategori/Group TPT Kuota yang dilaksanakan oleh ETTPT yang bersangkutan selama 12 (dua belas) bulan sebelum tanggal “call”.
2. KT setiap TPT yang telah dikenakan Kuota dialokasikan sebagai berikut :
a. KT dialokasikan pada bulan Januari Tahun Kuota berjalan kepada masing-masing ETTPT setelah dibuktikan realisasi ekspor oleh setiap ETTPT pada Tahun Kuota sebelumnya.
b. KT dialokasikan sebesar realisasi ekspor KT Tahun Kuota sebelumnya yang dilakukan oleh ETTPT yang bersangkutan, dengan memperhitungkan KP, KT yang dikembalikan sampai dengan tanggal 31 Juli Tahun Kuota berjalan, KSM yang memenuhi persyaratan PR, KSS yang direalisasikan pada Tahun Kuota sebelumnya.
3. KT Tahun Kuota berikutnya dapat dialokasikan kepada ETTPT yang bersangkutan sebagai KP dengan ketentuan :
a. Pada 7 (tujuh) bulan pertama Tahun Kuota berjalan, ETTPT pemilik KT dapat mengajukan KP maksimal sebesar persentase KP dari KT ETTPT yang bersangkutan. Besarnya persentase KP tersebut sesuai dengan Perjanjian TPT antara Indonesia dan Negara Kuota.
b. Dalam 5 (lima) bulan berikutnya pada Tahun Kuota berjalan, besarnya alokasi KP dapat lebih besar dari persentase KP sebagaimana pada butir (3) (a) dengan mempertimbangkan besarnya KT yang telah direalisasikan, jumlah ETTPT pemohon KP, dan sisa nasional KP untuk Kategori/Group TPT yang bersangkutan.
c. Masa berlaku KP paling lama selama dua bulan sejak dikeluarkannya surat alokasi KP dan realisasinya tidak melampaui akhir Tahun Kuota berjalan.
d. Jumlah KP yang direalisasi akan diperhitungkan pada Tahun Kuota berikutnya, kecuali apabila tidak terjadi pemotongan Kuota Dasar secara nasional oleh Negara Kuota.
4. KT, termasuk yang berasal dari pengalihan di BKI, yang pada akhir Tahun Kuota berjalan tidak direalisasi oleh ETTPT tertentu, pada Tahun Kuota berikutnya tidak lagi menjadi hak ETTPT yang bersangkutan, kecuali kuota tersebut dikembalikan ke Departemen Perindustrian dan Perdagangan paling lambat pada akhir bulan Juli Tahun Kuota Berjalan.
5. KT suatu ETTPT pada Tahun Kuota berjalan yang dialihkan kepada ETTPT lain, pada Tahun Kuota berikutnya dikurangkan dari hak Kuota Tetap ETTPT yang mengalihkan.
6. ETTPT hanya dapat mengalihkan KT miliknya kepada ETTPT lain melalui BKI.
Pasal 4
1. a. KSM yang bersumber dari selisih antara Kuota Dasar dengan Alokasi KT dalam Group II Amerika Serikat dialokasikan 50% untuk ETTPT yang memiliki KT dan 50% dialokasikan kepada ETTPT Pengusaha Kecil dan Koperasi (ETTPT-PKK) serta ETTPT yang tidak memiliki KT.
b. Alokasi KSM Group II Amerika Serikat mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2.a. dan Pasal 4 ayat 2.b Keputusan ini.
c. Alokasi Kuota Group II Amerika Serikat dilaksanakan dalam bentuk “Square Meter Equivalent” (SME) sesuai dengan Perjanjian Bilateral TPT yang berlaku.
2. a. KSM dialokasikan pada bulan Januari dan masa berlakunya sampai akhir Juli Tahun Kuota berjalan.
b. Alokasi KSM dilakukan sebagai berikut :
i) Sumber KSM adalah Kuota Dasar Tahun Kuota berjalan setelah dikurangi dengan alokasi KT dan Kuota Pertumbuhan.
ii) Kuota KSM dialokasikan kepada ETTPT yang memiliki maupun yang tidak memiliki KT dan mempunyai PR tertentu.
iii) KSM dialokasikan berdasarkan Index PR dan jumlah permohonan.
Pasal 5
Kuota Pertumbuhan dialokasikan dalam bentuk KT kepada ETTPT-PKK pada bulan Januari Tahun Kuota berjalan. Jumlah Kuota Pertumbuhan yang dialokasikan kepada ETTPT-PKK maksimal sebanyak 6% dari Kuota Dasar. Sisa Kuota Pertumbuhan dan KSM-Sisa yang tidak terbagi habis dialokasikan dalam bentuk KSM kepada ETTPT yang tidak memiliki KT pada minggu kedua bulan Pebruari Tahun Kuota berjalan.
Pasal 6
1. Sumber dan Alokasi KF dilakukan sebagai berikut :
a. KF dialokasikan kepada ETTPT yang sangat memerlukan.
b. Sumber KF adalah “Carry Over”, “Swing”, pengembalian dari KT dan KSM yang tidak direalisasi.
c. Alokasi KF tidak dapat dikembalikan kepada Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Pasal 7
1. KSS dialokasikan kepada ETTPT yang memiliki Kategori/Group yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Pada bulan April Tahun Kuota berjalan, ETTPT pemilik KT yang belum merealisasikan ekspornya dapat mengajukan KSS maksimal sebesar presentase kategori yang dipertukarkan yang ditetapkan dalam Perjanjian Bilateral TPT antara Indonesia dengan negara pemberi Kuota.
b. Pada bulan September Tahun Kuota berjalan, ETTPT pemilik KT suatu Kategori/Group dapat mengajukan KSS lebih besar dari presentase SS sebagaimana dimaksud pada butir (1)(a) dengan pertimbangan besarnya KT dan atau KSS yang direalisasikan, sisa KT yang masih dimiliki, jumlah ETTPT pemohon KSS dan sisa nasional KSS untuk Kategori/Group TPT yang bersangkutan.
c. Masa berlaku KSS adalah sampai dengan akhir Tahun Kuota berjalan.
d. Jumlah KSS yang direalisasikan akan diperhitungkan sebagai KT Kategori/Group asalnya pada Tahun Kuota berjalan.
Pasal 8
KSM yang direalisasikan oleh ETTPT dengan PR Ekspor tertentu dalam Tahun Kuota berjalan, dalam Tahun Kuota berikutnya menjadi KT.
Pasal 9
Jika jumlah realisasi ekspor nasional termasuk KT yang dikembalikan sesuai batas waktu yang ditentukan dari Kategori/Group TPT tertentu kurang atau sama dengan 50%, kuota yang direalisasikan yang berasal dari KF dan KP dapat dijadikan KT pada Tahun Kuota berikutnya.
Pasal 10
1. Untuk membantu kelancaran pelaksanaan ekspor TPT Kuota, dilakukan pemantauan realisasi ekspor TPT Kuota.
2. Ketentuan pelaksanaan ayat (1) Pasal ini, akan ditetapkan lebih lanjut.
Pasal 11
1. Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Keputusan ini dan ketentuan pelaksanaannya dapat dikenakan sanksi berupa pengurangan, pembekuan, dan pencabutan Kuota TPT serta pembekuan atau pencabutan pengakuan sebagai ETTPT.
2. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 12
Peraturan pelaksanaan Keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perdagangan Internasional.
Pasal 13
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan menempatkannya di dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 15 Januari 1996
MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
T. ARIWIBOWO
Kutipan: LEMBAR LEPAS KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN 1996